Tata Cara Melempar Jumrah
Bismillaahir Rahmaanir Rahiim
LEMPAR JUMRAH
Lempar jumrah merupakan salah satu wajib haji yang harus dilakukan oleh jamaah haji. Lempar jumrah yaitu melempari tiang besar dengan batu kecil. Karena ukurannya yang besar, jumrah ini ada juga yang menyebutnya sebagai tembok atau tugu. Melempar jumrah merupakan simbolisasi umat Islam dalam melawan setan.
TATA CARA LEMPAR JUMRAH
Lempar jumrah dilakukan selama 3 (tiga) hari berturut-turut, yaitu pada tanggal 10, 11, dan 12 Djulhizah. Ada juga yang menambahkan satu hari lagi, yaitu pada tanggal 13 Djulhizah.
Selama masa lempar jumrah, jamaah bermalam ( mabit ) di Mina. Bermalam di Mina ini sifatnya wajib, sehingga barang siapa yang tidak bermalam di Mina maka dikenai sanksi berupa bayar denda atau dam.
Lokasi lempar jumrah juga berada di Mina. Ada 3 (tiga)jumrah yang harus dilempari, yaitu :
1. Jumrah Ula
2. Jumrah Wusthad
3. Jumrah Aqabah
Masing-masing jumrah dilempari sebanyak 7 (tujuh) kali dan urutannya harus sesuai.
KEUTAMAAN WAKTU LEMPAR JUMRAH DIBAGI MENJADI TIGA, YAITU :
1. Waktu afdhal yaitu setelah terbit matahari sampai siang.
2. Waktu ikhtiar yaitu siang sampai matahari terbenam.
3. Waktu jawaz yaitu tengah malam sampai terbit fajar hari berikutnya.
Batu atau kerikil yang digunakan untuk melempar jumrah bisa didapatkan selama berada di Muzdalifah. Dalam sekali lemparan, cukup satu batu kerikil saja yang dilemparkan. Jadi, jika satu jumrah dilempari sebanyak 7 (tujuh) kali, maka batu yang disediakan untuk tiga jumrah minimal sebanyak 21 buah batu kerikil.
Dalam satu lemparan, bisa melempar lebih dari satu batu kerikil. Namun jumlah lemparan tetap harus tujuh. Jika kurang, maka berlaku sanksi yang disesuaikan dengan jumlah lemparan yang dihilangkan.
Jika ada yang melempar sekaligus tujuh buah batu kerikil dalam satu lemparan, maka lemparan tersebut tetap dihitung satu lemparan.
SEJARAH LEMPAR JUMRAH
Asal mula lempar jumrah dimulai pada zaman Nabi Ibrahim. Kala itu sekitar tahun 1870 SM, di mana Nabi Ibrahim mendapat ujian dari Allah SWT untuk menyembelih anaknya, yaitu Nabi Ismail.
Saat Nabi Ibrahim hendak menjalankan perintah tersebut, setan mendekat dan menggoda agar membatalkan niatnya. Nabi Ibrahim tetap teguh dengan keyakinan dan ketaatannya kepada Allah SWT. Lantas, Nabi Ibrahim berusaha mengusir setan dengan cara mengambil batu dan melemparkannya ke setan. Tempat terjadinya peristiwa inilah yang kemudian diberi nama dan diberi nama Jumrah Ula.
Mendapat perlawanan dari Nabi Ibrahim tidak membuat setan menyerah begitu saja. Setan lantas menghampiri dan merayu Siti Hajar, istri dari Nabi Ibrahim atau ibunda Nabi Ismail. Siti Hajar tentu saja tidak mau anaknya dikorbankan, tetapi keyakinan dan ketaatannya terhadap Allah SWT jauh lebih besar. Siti Hajar lantas mengambil batu dan melemparkannya ke setan. Tempat terjadinya peristiwa inilah yang kemudian diberi nama dan diberi nama Jumrah Wusta.
Setan ternyata tak kunjung menyerah. Setan menghampiri dan merayu Nabi Ismail agar menolak untuk dikorbankan. Keteguhan hati Nabi Ismail sama besarnya seperti ayah dan ibunya. Nabi Ismail tetap ikhlas dan tegar menerima perintah Allah SWT. Menghadapi setan yang terus menggoda ini, Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Nabi Ismail lantas bersama-sama mengambil batu kerikil dan melempari setan. Peristiwa ini kemudian diabadikan dalam bentuk Jumrah Aqobah.
Dengan melempar jumrah, berarti telah melakukan perlawanan terhadap setan, sekaligus sebagai wujud ketaatan terhadap perintah Allah SWT.
Demikian informasi mengenai lempar jumrah. Semoga bermanfaat